GMT kata orang,,,, mana selfinya,,,,, hahahaha
Gado-gado
.........Welcome To My Blog,,,,
........This blog provides information for friends on a true story, health, motivation, and much more,,,,,,
including course material though.............
........This blog provides information for friends on a true story, health, motivation, and much more,,,,,,
including course material though.............
Sabtu, 12 Maret 2016
Sabtu, 22 Agustus 2015
Indomie, warung dan chinese
Suatu hari seorang wanita
chinese dan rekannya pergi belanja di salah satu warung pinggiran jalan yang di
jaga oleh seorang bapak-bapak. Niat untuk beli sebungkus Indomie. Maka
dimulailah percakapan antara bapak pemilik dengan wanita chinese itu.
Wanita chinese : pak, ada indomie ta????
Penjual :
iya, ada. Tapi Cuma indomie soto sama goreng (muka masang).
Wanita chinese :
indomie goreng ta saja pak (sambil melihat-lihat ke dalam warung).
Rekan : berapa indomienya satu
pak???
Penjual :
3.500 satu bungkus.
Wanita chinese : (kaget sambil mengangga), kalo
kerupuknya berapa pak??? Jangan mhe mie. Kerupuk mhe saja (mengalihkan
pembicaraan).
Rekan : tidak jadi jie beli pak.
Penjual : mahalki??? (tanya penjual
sambil memandang wanita chinese). Karena ini mie saya beli jie juga sama orang
chinese.
Wanita chinese : (bingung
sambil memandang rekannya).
#Indomie#warung#chinese#unekunek
#lucu#funny#notfunny
Sabtu, 28 Februari 2015
Pantang Menyerah : Pelajaran dari Seorang yang buta,,,,
Malam
ini (Sabtu, 28 Februari 2015), aku menemukan sebuah pengalaman yang tidak lazim
aku dapati, hanya dari sebuah kisah-kisah heroik ataupun kisah dari zaman
Rasulullah yang sering diangkat pada saat khatib berkhotbah. Tapi, kali ini aku
sendiri mendapati orang yang hampir mirip dengan kisah yang sering diceritakan para
khotib saat berkhotbah. Aku mendapati seorang yang buta mampir sholat di salah
satu masjid depan tugu patung ayam (Jl. Perintis Kemerdekaan Km 16).
Saat
Adzan berkumandang, ku putuskan untuk segera berbalik arah dan masuk ke dalam
Kenangan bersama Kucing kesayangan "Rico"
Malam
ini, aku sempat menonton film rilisan tahun 2000, judulnya “My Dog Skip”. Film
ini memang tergolong film untuk kalangan anak-anak tetapi aku juga
menikmatinya. Film ini bercerita tetang seorang anak laki-laki berumur 9 tahun
yang kurang akrab dengan dunia luar, hanya seorang lelaki tua yang lihai
bermain besbol tapi harus berpisah karena mengikuti wajib militer di Prancis.
Setelah ditinggal pergi kawan dewasanya, anak itu menjadi kesepian tanpa teman
hingga tepat pada hari ulang tahunnya, keduaorangtua sang anak berinisiatif
untuk memberikan kado hadiah berupa seekor anak anjing. Dari kado itulah
membuat banyak perubahan pada diri anak tersebut, mulai mengenal lingkungan dan
berteman dengan seorang perempuan yang juga memiliki hobi dengan anjing dan 3
orang kawan laki-laki yang sebaya dengannya serta dikenal dikalangan masyarakat
sekitar.
Kisah
dari film “My Dog Skip”, mengingatkanku pada masa kecilku. Sewaktu kecil aku
juga perna memiliki seekor kucing. Sebenarnya dari dulu aku selalu bermimpi
untuk memiliki seekor anjing lucu seperti pada film-film. Tapi, mimpi itu hanya
tinggal mimpi yang tidak akan perna menjadi sebuah kenyataan karena anjing
dalam agamaku memiliki najis mugholladhoh,
semacam najis sangat berat yang disebabkan oleh air liurnya. Padahal aku sangat
ingin bersahabat dengan anjing karena anjing memiliki ikatan yang kuat antara
hewan tersebut dan pemiliknya. Contohnya saja anjing yang sudah melegenda dari
negeri Matahari Terbit itu “Haciko”.
Aku
memiliki kucing sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kucing melata itu
dipungut oleh almarhum tanteku. Dia memberikanku kucing itu untuk dipelihara dan
kuberikan nama “Rico”. Sebenarnya nama itu tidak cocok karena kucing itu
merupakan kucing betina. Tapi, aku punya alasan khusus mengapa aku menamakannya
“Rico”. Itu karena aku menonton filmnya Rano Karno tapi aku sudah lupa apa nama
filmnya itu. Dalam film itu, Rano memainkan peran sebagai seorang komdan
batalion dan ditempatkan di daerah pegunungan. Saat berpatroli di hutan Rano
mendapati gubuk tua yang tidak lain adalah kandang sekaligus rumah bagi seorang
anak remaja dengan kulit berwarna (hitam). Dikiranya anak itu musuh tapi
ternyata anak itu salah satu korban yang masih tersisa dari keganasan
pemberontak yang ditinggal mati oleh orangtuanya. Nama anak itu “Rico”. Aku
sangat suka dengan filmnya makanya untuk mengenangnya aku namakan kucingku
“Rico” sama seperti filmnya Rano, anak dan kucing itu sama ditemukan dalam
kondisi yang kurang lebih sama nasibnya. Sejak saat itulah aku menamakan kucingku
“Rico”.
Kamis, 05 Februari 2015
Koran Vs Pajak
Sekitar pukul 10.15 wita,
dengan terburu-buru melangkahkan kaki menuju Gedung Pajak Makassar Pratama
Utara. Aku mendapat mandat untuk melapor pajak salah satu orang yang belum lama
kenal dengannya. Aku sudah membuat janji dengan konsultan pajak di kantor
tersebut untuk menemuinya pada pukul 10.00 wita. Aku sedikit terlambat dari
jadwal yang aku janjikan. Belum lagi kali ini, aku mendapat teguran dari sang security yang sedang jaga di salah satu
pos keamanan karena salah parkir. Biasanya depan masjid yang berada di dalam gedung
keuangan itu ramai oleh kendaraan roda dua parkir di depan halaman masjid
tersebut. Tapi kali ini, aku juga merasa ada yang aneh karena tak satupun motor
yang parkir selain motorku. Dengan perasaan jengkel dan merasa bersalah aku
langsung kebut kendaraanku menuju tempat parkir khusus roda dua.
Sewaktu hendak memarkir
motor buntutku, aku melihat seorang remaja laki-laki sedang duduk disebuah
teras gedung tersebut. Ditangannya terdapat beberapa tumpukan koran yang masih rapi
dan mungkin belum banyak yang laku dijual olehnya. Aku berusaha untuk tidak
memperhatikannya karena aku sendiri tak butuh koran. Lagipula, kalau aku butuh
koran, aku hanya bilang pada salah satu rekanku yang kerja di salah satu oplah
koran terbesar di kota ini (Makassar). Aku tak ada felling bahwa sewaktu aku
berjalan ke pintu masuk gedung nanti aku akan menerima tawaran si remaja
tersebut.
Aku berjalan dengan
terburu-buru sambil menonton jam tanganku yang sengaja aku pakai secara
terbalik. Aku melihatnya, aku ternyata telat 15 menit dari janji yang aku
sepakati. Saat aku lewat di depan remaja penjual koran tadi, dia langsung
menawariku koran. Tapi aku tak punya rencana untuk membeli jualan anak remaja
itu. Aku bermaksud untuk menghilang secepatnya dengan alasan nanti belinya
karena aku dalam keadaan terburu-buru.
Anak itu mengatakan sesuatu,
“belilah korannya kak, aku
mau beli buku. Kalau kakak beli korannya aku bisa beli buku untuk adekku.”
Aku tidak tahu itu hanya
alasan atau memang kenyataan. Tapi aku sangat tersentuh dengan alasan itu, aku
langsung menanyakan berapa harga korannya. Tapi ternyata harga korannya 5.000 rupiah
padahal harga yang sesungguhnya 3.500 rupiah. Memang riskan juga sih. Tak habis
pikir aku, aku langsung membelinya karena kasihan juga jika memang alasannya
itu benar. Aku kasi uang 10.000 rupiah tapi sebenarnya itu ung buat makan
siangku hari ini. Aku bisa mengalihkan budget lain untuk hari ini.
“Uang kembaliannya ambil
saja sekalian, yang jelasnya buat dibeliin buku.”
Di kota kadang kita
dikelabui oleh alasan-alasan seperti anak remaja tadi, tapi kadang ada memang
yang justru nyata bukan alasan yang dibuat-buat atau hanya alasan semata untuk
mendapatkan belas kasihan orang lain. Tapi aku serahkan pada yang Maha Tahu
saja, mau anak tadi berbohong atau jujur semua akan kembali padanya jua.
Rabu, 10 Desember 2014
Sang Kucing
Malam sudah larut, mega
merah yang ada di ufuk barat sudah menghilang jauh dan bulan sama sekali belum
menampakkan dirinya yang sudah beberapa hari ini tertutup awan akibat hujan
yang tidak perna reda. Aku sudah membuat janji dengan salah seorang rekan yang
bertandang ke tempatku untuk nongkrong di warung kopi (warkop) malam ini. Aku
memutuskan untuk menyusul rekanku selepas makan malam di indekosan soalnya masih
tersisa nasi yang aku masak pagi tadi. Aku sedikit takut untuk makan di luar
dan meninggalkan nasi itu terbuang percuma. Salah satu gorengan favoritku yang
walaupun setelah aku memakannya pasti membuatku mules, tahu isi itulah gorengan
favorit yang selalu jadi menu saat dingin menjadi di luar sana.
Aku sudah memesan gorengan
untuk makan malam ini. Soalnya nasi yang tersisa tinggallah sepiring, itupun
mungkin sama sekali tidak cukup. Aku sudah memutuskan untuk makan di warkop
jika masih lapar terasa. Aku pulang dengan motor buntutku dengan tergesa-gesa
sebelum adzan Isya berkumandang di menara masjid. Rasanya malam ini suasana
berpihak padaku walaupun bintang-bintang yang dulu sering terlihat seperti
kelap kelip lampu kapal belum juga terlihat, awan masih sering menampakkan
bayangan hitam dan masih menghiasi langit yang sering terlihat penuh bintang itu.
Tak lama waktu yang
dibutuhkan untuk menghabiskan makanan yang aku punya, rasa lapar masih terasa.
Aku ingat bahwa aku masih punya sebungkus roti favoritku yang tersisa. Aku
menambahkannya dalam menu makan malam kali ini. Dua, tiga gelas aku teguk dengan
perlahan dan rasa lapar itu sudah hilang. Perutku sudah mampu bertahan sampai
makanan itu benar-benar dicerna oleh ususku. Tiba-tiba aku kedatangan tamu yang
sering menemaniku makan. Walaupun bukan dari sebangsaku tapi aku sangat peduli
padanya, bahkan ketika aku makan seekor ikan pun, aku rela berbagi padanya.
Tapi, kadang juga sangat menjengkelkan karena makanan yang aku suguhkan disisa
begitu saja. Ketika rasa peduliku datang aku rela berbagi banyak padanya.
Dialah seekor kucing betina dengan bulu lebat berwarna putih. Kucing manis itu
kadang menjadi melodi, bersyair dengan suara khasnya”meong” saat butuh sesuatu.
Tiba-tiba dia masuk ke
dalam kamarku saat aku selesai mengambil air wudhu. Mungkin kamar depan tidak
peduli sama sekali, tak sebutir pun nasi didapatnya setelah lama mencari
peruntungan dengan menunggu sang tuan kamar selesai makan. Mungkin tuan kamar
tidak tau apa-apa soal kepedulian. Kucing itu merengek, mengikuti langkah
kakiku yang bergerak cepat masuk ke kamar hendak mendirikan sholat. Aku tahu
bahwa kucing itu sedang butuh sesuatu, kelihatannya sedang dalam keadaan lapar
yang sangat. Aku bingung juga, tak sebutirpun nasi yang tersisa sedang jarak ke
warung butuh beberapa meter untuk menjangkaunya. Aku juga kesal sewaktu aku
melahap menu makan malamku, si kucing itu tidak menampakkan diri jadinya aku
tidak menyisakan bagian untuknya.
Waktu terus bergerak, aku
sudah janji pada rekanku untuk menemuinya di warkop setelah sholat maghrib
padahal sudah mau masuk waktu Isya aku belum sama sekali bergerak. Kucing itu
terus meraung dengan nada khasnya, merengek seakan perutnya sudah tak tahan
dengan rasa lapar. Aku tidak sanggup untuk melihat binatang itu merengek terus
seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu tetapi tahu harus apa kecuali merengek.
Aku memandang diriku yang tidak mampu berbuat apa-apa. Ketika aku memutuskan
untuk memasakkannya, aku akan dimarahi oleh teman sekamar karena listrik akan
padam sedang untuk ke warung sendiri untuk memesankannya makanan tidak akan
mungkin kulakukan mengingat waktuku akan banyak terkuras.
Aku ingat alkisah seorang
perempuan pelacur dizaman sufi yang diampuni dosanya ketika memberi air seekor
anjing yang sedang kehausan di padang gurun. Aku melihat mangkuk plastik dan
aku segera mengambil air dari dispenser dan
menyajikannya pada kucing tersebut. Aku layaknya melayani tamu kehormatan yang
sangat membutuhkan jamuan untuk sekedar menghilangkan dahaga. Kucing itu
mengira aku sedang menyuguhinya makanan tapi ketika mencium baunya ternyata itu
hanya semangkuk air putih tanpa rasa apapun. Kucing itu lalu memandangku dengan
tatapan sayu berdiri sambil mengelus-ulus keningnya. Kemudian, kucing itu mulai
meminum air tersebut perlahan-lahan bagaikan sedang menyantap makanan yang
lezat dalam mangkuk itu. Beberapa menit kemudian, kucing itu melangkah mundur
dan pergi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Membersihkan sisa-sisa air
yang masih menempel pada bulu-bulu dekat mulutnya.
Aku merasa tidak punya
arti apa-apa dihadapan seekor binatang. Harusnya aku yang peduli padanya,
menjaganya mahluk ciptaan Tuhan tapi aku lalai dari tanggungjawab itu. Aku
sangat terpukul dengan keadaan itu pada kesempatan kali ini.
Cerpen : "Sang Kucing"
Jumat, 07 November 2014
Lewat Sebuah Mimpi
Ditinggal oleh orang yang sangat berarti
dalam hidup ini memang sangat memilukan. Beliau adalah tante sekaligus ibu yang
berpengaruh dalam hidupku. Kini, beliau sudah terbaring dalam tidur panjangnya menghadap
panggilan Ilahi Rabbi. Tepatnya sembilan bulan yang lalu, disaat aku sibuk
untuk mengurus kuliah beliau berpulang ke Rahmatullah tanpa kehadiranku
disisinya. Aku sangat terpukul atas kejadian itu, dilema, disaat aku tidak bisa
meninggalkan rutinitas yang begitu memaksaku untuk mendahulukan urusan kampus,
beliau kembali ke alam yang dahulu beliau berasal tanpa aku hadir dalam acara
pemakamannya. Aku adalah anak dari sekian banyak kemanakannya yang paling
disayang tapi aku tidak bisa berdiri menghaturkan do’a dibibir liang
lahat tempat peristirahatannya yang terakhir, sungguh sangat memilukan.
Kenangan bersama tentu akan sirna
termakan waktu. Tapi ada satu hal yang akan kuingat sepanjang kehidupanku yaitu
skripsiku. Dihari kepergian beliau untuk selamanya, aku menemukan judul
skripsi. Kemudian judul tersebut aku konsultasikan dengan seorang dosen yang belum perna
aku kenal sebelumnya dan alhamdulillah judul itu diterima dan mengantarkanku
menggapai gelar sarjanaku. Pada hari ini (Kamis, 06 Nopember 2014) aku larut
dalam kesedihan. Sudah beberapa hari dalam sujudku menghadap Allah, aku meminta
sesuatu hal yaitu bertemu dengan beliau walaupun itu hanya dalam mimpi. Tapi,
baru pada kesempatan ini aku diizinkan olehNYa.
Aku terjaga dari tidurku, aku masih ingin
bercerita dengannya tapi waktu yang begitu terbatas membuatku harus mengakhiri
semuanya. Aku melihat wajahnya cerah, berpakaian hijau tua seperti pakaian yang
beliau jahit semasa hidupnya. Sepertinya kali ini adalah pertemuan yang tak
disangka-sangka. Semasa hidupnya, beliau sangat cinta pada bunga, dan kali ini
aku seperti berada disebuah taman yang indah dipenuhi bunga tapi bunga itu
seperti butuh air. Aku berusaha menyiramnya dengan bersemangat, sewaktu aku
menyiramnya aku mengingat wajah beliau dan ternyata beliau ada disekitaran
taman itu. Taman itu sangat rapi, indah, dan memiliki lantai yang disemen
sedemikian rupa hingga aku merasa betah menginjakkan kaki ditempat itu.
Langganan:
Postingan (Atom)