Malam
ini, aku sempat menonton film rilisan tahun 2000, judulnya “My Dog Skip”. Film
ini memang tergolong film untuk kalangan anak-anak tetapi aku juga
menikmatinya. Film ini bercerita tetang seorang anak laki-laki berumur 9 tahun
yang kurang akrab dengan dunia luar, hanya seorang lelaki tua yang lihai
bermain besbol tapi harus berpisah karena mengikuti wajib militer di Prancis.
Setelah ditinggal pergi kawan dewasanya, anak itu menjadi kesepian tanpa teman
hingga tepat pada hari ulang tahunnya, keduaorangtua sang anak berinisiatif
untuk memberikan kado hadiah berupa seekor anak anjing. Dari kado itulah
membuat banyak perubahan pada diri anak tersebut, mulai mengenal lingkungan dan
berteman dengan seorang perempuan yang juga memiliki hobi dengan anjing dan 3
orang kawan laki-laki yang sebaya dengannya serta dikenal dikalangan masyarakat
sekitar.
Kisah
dari film “My Dog Skip”, mengingatkanku pada masa kecilku. Sewaktu kecil aku
juga perna memiliki seekor kucing. Sebenarnya dari dulu aku selalu bermimpi
untuk memiliki seekor anjing lucu seperti pada film-film. Tapi, mimpi itu hanya
tinggal mimpi yang tidak akan perna menjadi sebuah kenyataan karena anjing
dalam agamaku memiliki najis mugholladhoh,
semacam najis sangat berat yang disebabkan oleh air liurnya. Padahal aku sangat
ingin bersahabat dengan anjing karena anjing memiliki ikatan yang kuat antara
hewan tersebut dan pemiliknya. Contohnya saja anjing yang sudah melegenda dari
negeri Matahari Terbit itu “Haciko”.
Aku
memiliki kucing sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kucing melata itu
dipungut oleh almarhum tanteku. Dia memberikanku kucing itu untuk dipelihara dan
kuberikan nama “Rico”. Sebenarnya nama itu tidak cocok karena kucing itu
merupakan kucing betina. Tapi, aku punya alasan khusus mengapa aku menamakannya
“Rico”. Itu karena aku menonton filmnya Rano Karno tapi aku sudah lupa apa nama
filmnya itu. Dalam film itu, Rano memainkan peran sebagai seorang komdan
batalion dan ditempatkan di daerah pegunungan. Saat berpatroli di hutan Rano
mendapati gubuk tua yang tidak lain adalah kandang sekaligus rumah bagi seorang
anak remaja dengan kulit berwarna (hitam). Dikiranya anak itu musuh tapi
ternyata anak itu salah satu korban yang masih tersisa dari keganasan
pemberontak yang ditinggal mati oleh orangtuanya. Nama anak itu “Rico”. Aku
sangat suka dengan filmnya makanya untuk mengenangnya aku namakan kucingku
“Rico” sama seperti filmnya Rano, anak dan kucing itu sama ditemukan dalam
kondisi yang kurang lebih sama nasibnya. Sejak saat itulah aku menamakan kucingku
“Rico”.
Saat
aku pulang dari sekolah yang pertama aku cari adalah “Rico”. Kami sering makan
bersama, tidur dan menemaniku saat sendirian di rumah. Yang paling lucu saat
tidur. Kucing biasanya mencari tempat yang hangat, kucing paling jengkel dengan
suasana yang lembab. Mula-mula saat ku tidur, “Rico” biasanya hanya
melihat-lihat dari jauh tapi jika aku sudah terlelap barulah kucing itu masuk
ke dalam sarungku. Ketika sudah bangun barulah aku tahu bahwa saat itu aku
tidur bersama kucing, si kawan baikku.
Pada
waktu makan tiba, kucing akan mendapatkan jatah makanan sewaktu selesai makan.
Hal itu kami lakukan untuk memberikan pelajaran agar “Rico” makan di tempat
yang telah disediakan. Tapi, jika aku makan snack atau mie remas pastilah kami
berdua sama-sama. Biasanya satu bungkus itu kami makan berdua, setengahnya aku
dan setengahnya lagi buat si “Rico”. Walaupun dia seekor hewan, aku sangat
menghargainya. Jika sewaktu sholat dan masuk dalam sajadahku, aku tak ingin
menggeser tubuh “Rico”, tapi, aku lebih
memilih untuk meghindarinya ataupun harus sujud di lantai tanpa beralaskan
sajadah. Tapi namanya juga manusia, jika sampai berbuat usil kadang juga marah
tapi semarah apapun akhirnya aku kembali berteman dan berbagi lagi dengannya.
Suatu
hari aku perna menangis lantaran kucing itu menghilang. Namanya anak-anak tentu
menangis adalah obat yang paling mujarab untuk suatu kehilangan. Aku mencarinya
kemana-mana tapi tak ketemu, ternyata kucing itu kesasar dipagi-pagi buta dan
ikut sama tetangga yang tinggal di kampung sebelah. Dua hari lamanya baru
pulang, barulah aku merasa senang sampai-sampai aku kepikiran kucingnya sudah
dicuri sama orang lain. Begitulah pemikiran anak-anak.
Butuh
waktu yang lama bagi kami bersahabat tapi seiring bergantinya waktu, aku sudah
masuk di bangku Sekolah Menengah atas dan harus tinggal di rumah keluarga di
dekat sekolah. Jarak yang jauh dari rumahku dan tidak mungkin membawa “Rico” ke
sana karena aku sendiri sementara numpang sama keluarga dekat. Ternyata “Rico”
sudah termakan usia, jalannya sudah pincang, hingga suatu hari almarhum tanteku
menemukannya di bawah kolong lemari sudah tak bernyawa. walaupun hanya seekor
kucing, tanteku menguburkannya dengan pantas. Tubuhnya dibungkus oleh kain
bekas dan dikuburkan di samping rumahnya. “Rico” adalah sahabat yang perna ada
dan tinggal lama di rumah, tentu aku akan selalu mengingatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar