Tak terasa liburan semester sudah dipeluk mata, siswa-siswi penghuni kelas VII
SMP Negeri 2 Rawa sudah bergembira menyambutnya. Ani salah satunya, gadis
paling cantik di kelas itu dan bahkan kecantikannya tidak ada yang bisa
menandinginya di sekolah itu. Wajar jika banyak siswa laki-laki yang tertarik
dengan paras Ani yang begitu cantik dan seksi. Tidak hanya siswa, guru pria
yang ada di sekolah itu juga jatuh pandagan dengan Ani. Tetapi, bagi ani
kecantikan bukanlah tujuannya sehingga tak dia tidak menghiraukan godaan-godaan
yang datang dari para pria-pria yang makin menjadi-jadi itu.
Buku laporan pendidikan sudah ada ditangannya, semua nilainya bagus-bagus
tetapi nilai bahasanya menurun satu poin dari semester lalu. Di samping
kecantikannya Ani memang anak yang tergolong pandai di kelasnya. Sejak SD sudah
banyak piagam dan piala direbutnya dengan menjuarai berbagai macam lomba. Mata
pelajaran yang paling disukainya adalah matematika. Otak ani sama seperti
komputer bisa menghitung cepat tanpa menggunakan kalkulator yang biasa
digunakan anak lainnya. Mungkin karena ani sering membantu ibunya jualan di warung
sehingga sudah terbiasa merasakan angka dipikirannya. Wajar jika nilai
perolehan mata pelajaran kesukaannya itu nyaris dapat seratus, nyangkut 0,1
poin. Tetapi walaupun kali ini ani mampu mengamankan posisi satu di kelasnya
seperti pada semester yang lainnya, Ani tetap menjadi gadis yang rendah hati
dan tidak menampakkan kepandaiannya itu. Ani tetap lugu dan merasa bersyukur
atas pencapaiannya, malah hal ini bisa memacunya untuk lebih baik lagi dimasa
mendatang, “imbuhnya”.
Hari libur sudah mulai, Ani sekarang fokus membantu ibunya jualan di warung
depan rumahnya. Memang warungnya sederhana, tetapi pengunjungnya lumayan ramai
tiap harinya seperti mini market yang ramai dikunjungi pembeli, bahkan tidak
tanggung-tanggung pembeli yang bermobilpun sering mampir. Ani tinggal bersama
ayah dan ibu angkatnya, namanya pak Toton dan ibu Sinta. Mereka mengadopsi Ani ketika
masih berumur dua tahun di sebuah panti yang ada di kota solo. Awalnya mereka
bertiga tinggal di Solo tetapi kerena ayahnya, pak Toton dipindah tugaskan
mereka lalu pindah ke Kalimantan hingga sekarang. Sebenarnya Ani memiliki
saudara laki-laki yang usianya hanya berselisih setahun sama-sama tinggal di
panti tersebut tetapi saudaranya itu terlebih dahulu di adopsi oleh sebuah
keluarga kaya dari kota Magetan, sejak saat itu Ani tidak perna lagi bertemu
dengan saudaranya itu.
Selama liburan Ani,
sangat rajin membaca buku semenjak melihat nilai bahasanya turun satu poin.
Katanya, “aku harus
rajin membaca, mungkin karena menghitung mulu jadi lupa baca.”
Tindakan ani sangat
didukung oleh ibunya, ibu Sinta demikian juga pak Toton, ayah angkat Ani.
Tak terasa hari libur sudah memasuki hari
ke-14 artinya senin besok sudah mulai beraktivitas sebagai mestinya. Malamnya Ani
sudah mempersiapkan buku yang hendak dibawa ke sekolah. Ranselnya sesak dengan
buku-buku pelajaran, tidak lupa seragam putih biru sudah menggantung di dinding
masih terasa bekas setrika.
Suara ayam saling sahut bersahutan, suara
adzanpun bergema di masjid tak jauh dari rumah pak Toton, Ani segera
membereskan tempat tidur dan segera mengambil wudhu untuk sholat berjamaah
dengan keluarganya. Seperti biasanya Ani diantar ke sekolah sama pak Toton tetapi
karena ada urusan yang sangat penting di kantornya membuat hari pertama Ani harus
jalan sendiri ke sekolah.
“Ini hari pertama sekolah, aku harus belajar
untuk jalan sendiri ke sekolah,” seru Ani memberi semangat pada dirinya.
Ani sebenarnya lebih suka jalan ke sekolah
tetapi itu kalo memang pak Toton sangat terdesak sampai tidak bisa mengantar
atau menjemput Ani. Pak Toton khawatir anaknya itu diganggu sama lelaki nakal yang
sering mangkal di pinggir jalan jadinya Ani selalu diantar jemput oleh ayah
angkatnya.
Suara riuh, gaduh mewarnai kelas VII A, semua siswa-siswi asyik
bercengkrama satu sama lain menceritakan pengalaman selama liburan. Malah ada
yang sampai duduk di atas mejanya. Tiba-tiba suara gaduh berubah jadi nampak
hening ketika ibu Rosyana sang kepala sekolah memasuki pintu kelas VII A. Siswa
saling berhamburan ke mejanya masing-masing. Nampaknya ibu Rosyana tidak
sendirian, ternyata seorang anak laki-laki berusia 14-an mengekor di
belakangnya.
“Masuk nak,” seru ibu Rosyana.
“iya bu”, jawab anak laki-laki itu dengan lugu.
“anak-anak, kita kedatangan siswa baru di kelas ini,” sahut ibu Rosyana.
“sekarang ini kelasmu, tolong perkenalkan kepada siswa yang lain,” pintah
bu Rosyana.
“perkenalkan, nama saya Arif Budiman. Biasa dipanggil Arif.”
“saya asalnya dari Magetan.”
“Baik, sekarang Arif duduk di kursi kosong sana,” kata bu Rosyana sambil
menunjuk kursi kosong di samping Ani.
Arif pun bergegas menuju kursi yang sudah ditunjuk oleh bu Rosyana,
Sementara Ibu Rosyana segera meninggalkan kelas VII A menuju ruangannya.
Kebetulan hari pertama sekolah, kelas VII A masih terasa tampak libur. Ibu
Rafidah yang seharusnya masuk di jam pertama untuk matapelajaran Bahasa Inggris
belum muncul-muncul juga, ruangan kelas kembali gaduh apalagi disusul bunyi bel
istirahat mulai berdering. Tampak siswa-siswi meninggalkan ruangan kelas entah
buat jajan, ke perpustakaan atau sedekar nongkrong di bawah rindangnya pohon
mangga yang berada di depan kelas VII A.
“Hai Rif,,saya Anton ketua kelas VII A?” Sapa Anton sambil menyodorkan
tangannya.
“Arif,” sambil menyalami Anton.
“Nganting yuk,,, sekedar tourlah di sekolah baru kamu...” sergah Anton kepada
Arif.
“Iya, nanti aja Ton. Saya masih capek nhe, lain kali aja yah.” Balas Arif.
“Oke Rif, saya duluan yah.” kata Anton.
Ternyata Ani juga hari itu sepertinya agak lemas mungkin karena selama
liburan jarang istirahat sibuk membantu ibunya di warung sehingga capeknya baru
terasa sekarang. Arif memang baru tiba pagi tadi dari Magetan dengan pesawat
penerbangan pertama buat mengejar waktu sekolah perdananya. Tetapi mereka
nampaknya masih malu-malu untuk memberanikan diri mengeluarkan satu patah
katapun diantara keduanya. Sejak Arif duduk di kursi sebelah Ani, belum perna sepatah
katapun keluar dari mulut Ani.
“hai, boleh kita kenalan..??? rasanya kita belum perna bicara
sepatahkatapun dari tadi. Namaku Arif, kan kamu sudah dengar tadi sewaktu
perkenalan di depan”. Arif berusaha memberanikan diri untuk memulai
pembicaraan.
“Iya, aku, aku, Ani.!” Jawab Ani. Tapi nampaknya Ani merasa canggung duduk
dengan seorang pria yang baru dikenalnya.
“tinggal dimana.???” Arif sudah sepertinya ingin tahu lebih jauh dari Ani.
“di Jln Kinung,” jawab Ani singkat.
“wah, sama. kebetulan aku juga tinggal situ, kemarin keluargaku baru pindah
tapi saya nyusulnya hari ini. maklum masih urus surat pindah.” Arif sudah
merasa Ani sebagai kawan.
“oh, samping rumah pak RT yah,” lanjut Ani.
“soalnya saya dengar dari ibuku, rumah pak Nyoman dibeli sama seorang
pengusaha dari jawa,” papar Ani.
“Iya, betul itu. Saya dan keluargaku akan menghuni rumah itu sekarang.”
Jawab Arif dengan sebuah senyuman menggoda.
Sejak percakapan singkat itu mereka sudah merasa akrab sebagai teman
sekolah, teman kelas dan lebih lagi menjadi tetangga.
Tak terasa waktu berjalan, hari-hari mereka
semakin diliputi rasa yang amat dalam, sepertinya ada perasaan lebih dari
keduanya, baik itu Arif demikian juga Ani. Hampir separuh waktu mereka habiskan
bersama. Ke sekolah dan pulang barengan, di kelas malah duduk bersebelahan
ditambah kerja tugas bersama. Arif jago bahasa tapi lelet pada mata pelajaran
berhitung sementara Ani jagonya hitungan tapi kadang lelet pada pelajaran
bahasa sehingga mereka saling menutupi kelemahan dan kelebihan mereka.
Sejak Ani baku kenal
dengan Arif, pak Toton sudah jarang mengantar Ani ke sekolah soalnya Ani sudah
punya teman barengan ataupun pulang sekolah. Arif tidak mau menampakkan kekayaan
ayahnya padahal sebenarnya dia anak satu-satunya yang dimiliki oleh pasangan
pak Hendrawan dan ibu Sukma dengan segala kemewahan malah ada mobil lengkap
dengan sopirnya siap mengantarkan Arif kemana ia pergi, tetapi Arif lebih suka
ke sekolah dengan jalan kaki. Walaupun sebenarnya Arif belum tahu bahwa dirinya
itu anak adopsi dari sebuah panti karena segala kemewahan sudah dirasakan sejak
dirinya di adopsi dari panti yang waktu itu masih berumur dua tahun. Tetapi
keluarga pak Hendrawan dan ibu Sukma sangat menyayangi Arif melebihi anak kandungnya.
Suatu hari Arif menelpon ke rumah Ani dengan maksud
mengajaknya jalan-jalan ke pantai yang letaknya sekitar 5 km dari tempat
tinggal mereka. Tiba-tiba telepon berdering.
“haloo, dengan siapa..??”, sapa Ani.
“hei, ini Arif. Ada waktu luang buat hari
ini..??”, tanya Arif.
“emang, kenapa...? ada kok.” jawab Ani.
“tidak, kalo kamu ada waktu dan mau,, saya
mau ke pantai biar kita sama-sama dah.” Usul Arif.
“iya, bisa. Lagi pula aku sudah lama tidak
main ke pantai. Tapi aku tanya dulu ibu, tunggu yah,” sambil berlari ke arah
dapur minta izin sama ibunya.
“iya, kataya bisa. Jam berapa
berangkatnya..???”, tanya Ani.
“sekarang, kamu siap-siap saja nanti aku
datang jemput,” jawab Arif.
“iya,” seru Ani dengan perasaan gembira
karena sudah lama ingin pergi ke pantai tetapi pak Toton dan ibu Sukma belum
ada waktu buat liburan dengan Ani.
Sesuai janjinya, Arif dan sopirnya pak Mail datang
menjemput Ani dengan sebuah mobil avanza hitam. Mereka tidak lupa pamitan kepada
ibu Sukma, ibu angkat Ani. Kemudian mobil yang mereka tumpangi itupun melaju ke
arah pantai.
Tak diduga dan tak disangka mereka tiba-tiba
memakai kalung yang sama. Sebenarnya kalung itu tidak lain kalung emas
pemberian ibu kandung mereka sebelum meninggal dalam sebuah kecelakaan dan
meminta seorang suster yang merawatnya untuk menitipkan kedua anaknya di sebuah
panti. Kalung itu memiliki liotin inisial A yang mewakili nama mereka yaitu Arif
dan Ani. Tetapi dibalik liontin itu terdapat tulisan kecil menandakan nama
mereka dan keduanya saling ditukar. Liontin yang dipakai Arif tertulis kecil
nama Mulyani demikian sebaliknya Arif. Nama Ani diambil dari nama lengkapnya
Mulyani tetapi orang lebih senang memanggilnya Ani. Selama ini Ani penasaran
dengan nama Arif Budiman dibalik liotin yang dia punya. Namun Arif tidak perna
merasakan hal itu bahwa dibalik liountin yang dipakainya sehari-hari ada sebuah
tulisan kecil dengan nama Mulyani. Mungkin sudah waktunya untuk bertemu hingga Tuhan
mengirim Arif pindah dari Magetan ke Pontianak untuk bertemu dengan saudaranya
itu.
Dari perasaan yang ingin tahu yang lebih
dalam, Ani ingin sekali menanyakan hal itu tetapi takuti Arif tersinggung
dengan pertanyaan yang dilontarkannya. Tiba-tiba Arif menunduk dan liontin yang
menggantung dilehernya itu berbalik dan tampak jelas tulisan kecil Mulyani. Ani
keheranan sampai gemetaran, perasaannya tak karuan.
“ni, Ani,,,.. kamu ada apa..??? kok kamu
kelihatan gemetar kayak ada sesuatu yang aneh..??” tanya Arif dengan keheranan.
“kamu sakit..???” lanjut Arif.
“tidak Rif,, aku, aku, baik-baik saja,,,”
jawab Ani.
“tapi mukamu pucat,” tanya Arif lagi.
Ani hanya terdiam, ingin sekali melontarkan
pertanyaan itu.
“Rif, boleh aku tanya sesuatu,,,???” kata Ani.
“boleh,” jawab Arif singkat.
“Arif, kenapa kita menggunakan kalung yang
sama..???” tanya Ani dengan tegas.
“maksud kamu,..??? ya mungkin sama tempat
belinya kali.. atau mungkin...” Arif jadi bingung dengan pertanyaan Ani.
“tidak Rif, liontin yang kamu pakai itu sama.
Sama-sama inisial A tetapi bukan itu. Dibalik liontin itu tertulis nama kita,
yang aku punya tertulis namamu sedang aku perhatikan tadi sewaktu botol minummu
jatuh tampak jelas namaku tertulis dibalik liontin yang kamu pakai.” Jelas Ani sambil
memperlihatkan liontin yang ia pakai.
Arif hanya terdiam dan keheranan , bingung
bercampur aduk jadi satu. Suasana dalam mobil jadi sunyi dan hanya isak tangis Ani
yang sesekali terdengar tetapi Arif masih tampak bingung.
Mereka saling bergantian memandang dan
berkata,
“apakah kita saudara...???”
Belum sempat mulut mereka mengatup rapat,
tiba-tiba terdengar suara letusan, buukk. Ternyata suara itu tidak lain bunyi
letusan ban mobil yang mereka tumpangi oleng hingga menabrak pembatas jalan
terjun ke jurang sedalam 2 meter. Tak ada yang selamat dari tragedi itu,
orangtua angkat mereka hanya bisa bersedih tetapi Ani dan Arif sudah berkumpul
bersama keluarganya di alam sana walaupun masih menyisahkan sebuah pertanyaan
apakah mereka benar-benar saudara kandung atau tidak.
@@@@@The End@@@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar