Sudah lama tak menulis lagi, mungkin karena berbagai
kesibukan yang akhir-akhir ini membelenggu mulai dari kesibukan menjelang
hingga final test di kampus yang begitu menguras tenaga dan pikiran serta waktu
seakan tak ada lagi waktu yang lain untuk aktivitas lainnya. Olahraga yang
menjadi kegemaran dan ritunitas pagi sementara waktu ditinggalkan untuk
mengejar ketertinggalan tugas-tugas yang memeriahkan dua minggu jadwal final.
Setelah final test usai kesibukan lainpun datang dengan silih berganti mengurus
bebas bengkalai dan mencari pekerjaan untuk liburan semester. Pada tulisan kali
ini saya mencoba mengangkat topik “nilai
dan kompensasi”.
Ada beberapa kampus di Indonesia ini yang betul-betul killer dalam hal peraturan, kita tidak
bisa mengelak dari aturan itu sebagai masyarakat kampus yang menggoreskan hitam
di atas putih sebelum resmi jadi mahasiswa. Jadi apapun yang terjadi kita harus
menerima apa adanya yang sudah menjadi aturan baku kampus tersebut. Jika
seandainya ada pertanyaan tidak perlu keluar dari lidah cukup hanya disimpan di
dalam hati karena aturan disini seperti aturan “Orde Baru” yang masih otoriter
diatas pemerintahan Demokrasi.
Nilai bergantung dari kompensasi atau biasa disingkat kompen.
Setiap akhir semester mahasiswa akan diberikan selembaran rapor seperti kala
SD, SMP dan SMA dulu yang didalamnya tertera angka-angka dari setiap mata
kuliah selama satu semester mengikuti perkuliahan. Angka itu tergantung dari
beberapa faktor, hampir saja sama dengan dibangku Seklah Dasar dulu. Ada
penilaian kerapian, kehadiran dan keaktifan di kelas. Namun yang menjadi dasar
penilaian di kampus yang sementara kuhadapi ini adalah poin kehadiran dan
keaktifan. Mahasiswa tidak diizinkan untuk mengikuti final test jika
kehadirannya tidak mencukupi 90% di kelas sama saja dengan dosen pengasuh,
dosen tidak bisa membuat soal final test untuk anak asuhannya jika kehadirannya
di kelas tidak mencukupi 90% dari total jadwa tatap muka yang telah ditentukan
oleh kampus terutama jurusna yang bersangkutan. Kembali kemahasiswa tadi, yang
lebih fatal lagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 90% di kelas sudah
tentu mendapatkan SP (surat peringatan) jika sudah sampai pada jam Alpa dan
Izin di kelas demikian juga SP2 dan SP3.
Kalau kita kembalikan pada hakekatnya, belum tentu yang tidak
hadir itu di kelas tidak belajar mungkin dia sudah tahu atau ada urusan lain
yang lebih penting sehingga berhalangan hadir tapi suatu kesalahan juga pada
pelakunya (Mahasiswa bersangkutan) karena tidak memberikan keterangan dan tidak
mengambil pelajaran dari sebelumnya. Tapi itualah aturan yang mesti ditaati
oleh warga mahasiswa.
Nilai setiap akhir semester itu merupakan kalkulasi perolehan
nilai dari keseluruhan nilai selama satu semester dan yang sangat disayangkan
bagi mahasiswa yang sering alpa dan izin, nilai yang menjadi taruhannya.
Kenapa?
Setelah nilai perolehan di kalkulasi semuanya maka objek
penilaian selanjutnya adalah kompen, dimana pengasuh melihat kehadiran
mahasiswa yang bersangkutan dan keaktifannya di kelas. Mengkin mahasiswa yang
bersangkutan aktif tapi dilihat lagi dari sisi kehadirannya. Nilai ditambah
dengan poin kehadirannya di kelas dan dikurangi lagi dengan kompen atau
ketidakhadiran yang bersangkutan. Bisa amblas nilai perolehannya setelah
dikurangi kompen di kelas. Salah satu pertanyaan, mengapa harus dikurangi lagi
nilainya atau padahal sudah diberi SP(Surat Peringatan) dan disanksi dengan
sejumlah uang serta sanksi kerja? Apakah itu adil tidak?
Tidak hanya itu, surat bebas bengkalai tidak akan ditanda
tangani oleh yang bersangkutan terutama walikelas sebelum kompen berupa denda
berupa ganjaran pembayaran ditunaikan oleh si Mahasiswa yang bersangkutan.
Adapun harga kompen tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Nilai
ALPA x 3.000 + kerja
2.
Nilai
IZIN x 1.000 + kerja *
3.
Nilai
Sakit x 0
*kecuali IZIN dari jurusan dan untuk
yang ALPA kurang dari 5 jam dibulatkan pembayarannya menjadi 5 jam dengan denda
5.000,-
Rugi
berlapis yang didapatkan oleh