.........Welcome To My Blog,,,,
........This
blog provides information for friends on a true story, health, motivation, and much more,,,,,,
including course material though.............

Sabtu, 22 Agustus 2015

Indomie, warung dan chinese



Suatu hari seorang wanita chinese dan rekannya pergi belanja di salah satu warung pinggiran jalan yang di jaga oleh seorang bapak-bapak. Niat untuk beli sebungkus Indomie. Maka dimulailah percakapan antara bapak pemilik dengan wanita chinese itu.
Wanita chinese   :  pak, ada indomie ta????
Penjual               : iya, ada. Tapi Cuma indomie soto sama goreng (muka masang).
Wanita chinese    : indomie goreng ta saja pak (sambil melihat-lihat ke dalam warung).
Rekan                 : berapa indomienya satu pak???
Penjual                : 3.500 satu bungkus.
Wanita chinese     : (kaget sambil mengangga), kalo kerupuknya berapa pak??? Jangan mhe mie. Kerupuk mhe saja (mengalihkan pembicaraan).
Rekan                  : tidak jadi jie beli pak.
Penjual                 : mahalki??? (tanya penjual sambil memandang wanita chinese). Karena ini mie saya beli jie juga sama orang chinese.
Wanita chinese    : (bingung sambil memandang rekannya).

#Indomie#warung#chinese#unekunek
#lucu#funny#notfunny

Sabtu, 28 Februari 2015

Pantang Menyerah : Pelajaran dari Seorang yang buta,,,,



Malam ini (Sabtu, 28 Februari 2015), aku menemukan sebuah pengalaman yang tidak lazim aku dapati, hanya dari sebuah kisah-kisah heroik ataupun kisah dari zaman Rasulullah yang sering diangkat pada saat khatib berkhotbah. Tapi, kali ini aku sendiri mendapati orang yang hampir mirip dengan kisah yang sering diceritakan para khotib saat berkhotbah. Aku mendapati seorang yang buta mampir sholat di salah satu masjid depan tugu patung ayam (Jl. Perintis Kemerdekaan Km 16).
Saat Adzan berkumandang, ku putuskan untuk segera berbalik arah dan masuk ke dalam

Kenangan bersama Kucing kesayangan "Rico"



Malam ini, aku sempat menonton film rilisan tahun 2000, judulnya “My Dog Skip”. Film ini memang tergolong film untuk kalangan anak-anak tetapi aku juga menikmatinya. Film ini bercerita tetang seorang anak laki-laki berumur 9 tahun yang kurang akrab dengan dunia luar, hanya seorang lelaki tua yang lihai bermain besbol tapi harus berpisah karena mengikuti wajib militer di Prancis. Setelah ditinggal pergi kawan dewasanya, anak itu menjadi kesepian tanpa teman hingga tepat pada hari ulang tahunnya, keduaorangtua sang anak berinisiatif untuk memberikan kado hadiah berupa seekor anak anjing. Dari kado itulah membuat banyak perubahan pada diri anak tersebut, mulai mengenal lingkungan dan berteman dengan seorang perempuan yang juga memiliki hobi dengan anjing dan 3 orang kawan laki-laki yang sebaya dengannya serta dikenal dikalangan masyarakat sekitar.
Kisah dari film “My Dog Skip”, mengingatkanku pada masa kecilku. Sewaktu kecil aku juga perna memiliki seekor kucing. Sebenarnya dari dulu aku selalu bermimpi untuk memiliki seekor anjing lucu seperti pada film-film. Tapi, mimpi itu hanya tinggal mimpi yang tidak akan perna menjadi sebuah kenyataan karena anjing dalam agamaku memiliki najis mugholladhoh, semacam najis sangat berat yang disebabkan oleh air liurnya. Padahal aku sangat ingin bersahabat dengan anjing karena anjing memiliki ikatan yang kuat antara hewan tersebut dan pemiliknya. Contohnya saja anjing yang sudah melegenda dari negeri Matahari Terbit itu “Haciko”.
Aku memiliki kucing sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kucing melata itu dipungut oleh almarhum tanteku. Dia memberikanku kucing itu untuk dipelihara dan kuberikan nama “Rico”. Sebenarnya nama itu tidak cocok karena kucing itu merupakan kucing betina. Tapi, aku punya alasan khusus mengapa aku menamakannya “Rico”. Itu karena aku menonton filmnya Rano Karno tapi aku sudah lupa apa nama filmnya itu. Dalam film itu, Rano memainkan peran sebagai seorang komdan batalion dan ditempatkan di daerah pegunungan. Saat berpatroli di hutan Rano mendapati gubuk tua yang tidak lain adalah kandang sekaligus rumah bagi seorang anak remaja dengan kulit berwarna (hitam). Dikiranya anak itu musuh tapi ternyata anak itu salah satu korban yang masih tersisa dari keganasan pemberontak yang ditinggal mati oleh orangtuanya. Nama anak itu “Rico”. Aku sangat suka dengan filmnya makanya untuk mengenangnya aku namakan kucingku “Rico” sama seperti filmnya Rano, anak dan kucing itu sama ditemukan dalam kondisi yang kurang lebih sama nasibnya. Sejak saat itulah aku menamakan kucingku “Rico”.

Kamis, 05 Februari 2015

Koran Vs Pajak



Sekitar pukul 10.15 wita, dengan terburu-buru melangkahkan kaki menuju Gedung Pajak Makassar Pratama Utara. Aku mendapat mandat untuk melapor pajak salah satu orang yang belum lama kenal dengannya. Aku sudah membuat janji dengan konsultan pajak di kantor tersebut untuk menemuinya pada pukul 10.00 wita. Aku sedikit terlambat dari jadwal yang aku janjikan. Belum lagi kali ini, aku mendapat teguran dari sang security yang sedang jaga di salah satu pos keamanan karena salah parkir. Biasanya depan masjid yang berada di dalam gedung keuangan itu ramai oleh kendaraan roda dua parkir di depan halaman masjid tersebut. Tapi kali ini, aku juga merasa ada yang aneh karena tak satupun motor yang parkir selain motorku. Dengan perasaan jengkel dan merasa bersalah aku langsung kebut kendaraanku menuju tempat parkir khusus roda dua. 

Sewaktu hendak memarkir motor buntutku, aku melihat seorang remaja laki-laki sedang duduk disebuah teras gedung tersebut. Ditangannya terdapat beberapa tumpukan koran yang masih rapi dan mungkin belum banyak yang laku dijual olehnya. Aku berusaha untuk tidak memperhatikannya karena aku sendiri tak butuh koran. Lagipula, kalau aku butuh koran, aku hanya bilang pada salah satu rekanku yang kerja di salah satu oplah koran terbesar di kota ini (Makassar). Aku tak ada felling bahwa sewaktu aku berjalan ke pintu masuk gedung nanti aku akan menerima tawaran si remaja tersebut.

Aku berjalan dengan terburu-buru sambil menonton jam tanganku yang sengaja aku pakai secara terbalik. Aku melihatnya, aku ternyata telat 15 menit dari janji yang aku sepakati. Saat aku lewat di depan remaja penjual koran tadi, dia langsung menawariku koran. Tapi aku tak punya rencana untuk membeli jualan anak remaja itu. Aku bermaksud untuk menghilang secepatnya dengan alasan nanti belinya karena aku dalam keadaan terburu-buru.
 Anak itu mengatakan sesuatu, 

“belilah korannya kak, aku mau beli buku. Kalau kakak beli korannya aku bisa beli buku untuk adekku.”

Aku tidak tahu itu hanya alasan atau memang kenyataan. Tapi aku sangat tersentuh dengan alasan itu, aku langsung menanyakan berapa harga korannya. Tapi ternyata harga korannya 5.000 rupiah padahal harga yang sesungguhnya 3.500 rupiah. Memang riskan juga sih. Tak habis pikir aku, aku langsung membelinya karena kasihan juga jika memang alasannya itu benar. Aku kasi uang 10.000 rupiah tapi sebenarnya itu ung buat makan siangku hari ini. Aku bisa mengalihkan budget lain untuk hari ini.

“Uang kembaliannya ambil saja sekalian, yang jelasnya buat dibeliin buku.”
Di kota kadang kita dikelabui oleh alasan-alasan seperti anak remaja tadi, tapi kadang ada memang yang justru nyata bukan alasan yang dibuat-buat atau hanya alasan semata untuk mendapatkan belas kasihan orang lain. Tapi aku serahkan pada yang Maha Tahu saja, mau anak tadi berbohong atau jujur semua akan kembali padanya jua.

Rabu, 10 Desember 2014

Sang Kucing



Malam sudah larut, mega merah yang ada di ufuk barat sudah menghilang jauh dan bulan sama sekali belum menampakkan dirinya yang sudah beberapa hari ini tertutup awan akibat hujan yang tidak perna reda. Aku sudah membuat janji dengan salah seorang rekan yang bertandang ke tempatku untuk nongkrong di warung kopi (warkop) malam ini. Aku memutuskan untuk menyusul rekanku selepas makan malam di indekosan soalnya masih tersisa nasi yang aku masak pagi tadi. Aku sedikit takut untuk makan di luar dan meninggalkan nasi itu terbuang percuma. Salah satu gorengan favoritku yang walaupun setelah aku memakannya pasti membuatku mules, tahu isi itulah gorengan favorit yang selalu jadi menu saat dingin menjadi di luar sana.
Aku sudah memesan gorengan untuk makan malam ini. Soalnya nasi yang tersisa tinggallah sepiring, itupun mungkin sama sekali tidak cukup. Aku sudah memutuskan untuk makan di warkop jika masih lapar terasa. Aku pulang dengan motor buntutku dengan tergesa-gesa sebelum adzan Isya berkumandang di menara masjid. Rasanya malam ini suasana berpihak padaku walaupun bintang-bintang yang dulu sering terlihat seperti kelap kelip lampu kapal belum juga terlihat, awan masih sering menampakkan bayangan hitam dan masih menghiasi langit yang sering terlihat penuh bintang itu.
Tak lama waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan makanan yang aku punya, rasa lapar masih terasa. Aku ingat bahwa aku masih punya sebungkus roti favoritku yang tersisa. Aku menambahkannya dalam menu makan malam kali ini. Dua, tiga gelas aku teguk dengan perlahan dan rasa lapar itu sudah hilang. Perutku sudah mampu bertahan sampai makanan itu benar-benar dicerna oleh ususku. Tiba-tiba aku kedatangan tamu yang sering menemaniku makan. Walaupun bukan dari sebangsaku tapi aku sangat peduli padanya, bahkan ketika aku makan seekor ikan pun, aku rela berbagi padanya. Tapi, kadang juga sangat menjengkelkan karena makanan yang aku suguhkan disisa begitu saja. Ketika rasa peduliku datang aku rela berbagi banyak padanya. Dialah seekor kucing betina dengan bulu lebat berwarna putih. Kucing manis itu kadang menjadi melodi, bersyair dengan suara khasnya”meong” saat butuh sesuatu.
Tiba-tiba dia masuk ke dalam kamarku saat aku selesai mengambil air wudhu. Mungkin kamar depan tidak peduli sama sekali, tak sebutir pun nasi didapatnya setelah lama mencari peruntungan dengan menunggu sang tuan kamar selesai makan. Mungkin tuan kamar tidak tau apa-apa soal kepedulian. Kucing itu merengek, mengikuti langkah kakiku yang bergerak cepat masuk ke kamar hendak mendirikan sholat. Aku tahu bahwa kucing itu sedang butuh sesuatu, kelihatannya sedang dalam keadaan lapar yang sangat. Aku bingung juga, tak sebutirpun nasi yang tersisa sedang jarak ke warung butuh beberapa meter untuk menjangkaunya. Aku juga kesal sewaktu aku melahap menu makan malamku, si kucing itu tidak menampakkan diri jadinya aku tidak menyisakan bagian untuknya.
Waktu terus bergerak, aku sudah janji pada rekanku untuk menemuinya di warkop setelah sholat maghrib padahal sudah mau masuk waktu Isya aku belum sama sekali bergerak. Kucing itu terus meraung dengan nada khasnya, merengek seakan perutnya sudah tak tahan dengan rasa lapar. Aku tidak sanggup untuk melihat binatang itu merengek terus seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu tetapi tahu harus apa kecuali merengek. Aku memandang diriku yang tidak mampu berbuat apa-apa. Ketika aku memutuskan untuk memasakkannya, aku akan dimarahi oleh teman sekamar karena listrik akan padam sedang untuk ke warung sendiri untuk memesankannya makanan tidak akan mungkin kulakukan mengingat waktuku akan banyak terkuras.
Aku ingat alkisah seorang perempuan pelacur dizaman sufi yang diampuni dosanya ketika memberi air seekor anjing yang sedang kehausan di padang gurun. Aku melihat mangkuk plastik dan aku segera mengambil air dari dispenser dan menyajikannya pada kucing tersebut. Aku layaknya melayani tamu kehormatan yang sangat membutuhkan jamuan untuk sekedar menghilangkan dahaga. Kucing itu mengira aku sedang menyuguhinya makanan tapi ketika mencium baunya ternyata itu hanya semangkuk air putih tanpa rasa apapun. Kucing itu lalu memandangku dengan tatapan sayu berdiri sambil mengelus-ulus keningnya. Kemudian, kucing itu mulai meminum air tersebut perlahan-lahan bagaikan sedang menyantap makanan yang lezat dalam mangkuk itu. Beberapa menit kemudian, kucing itu melangkah mundur dan pergi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Membersihkan sisa-sisa air yang masih menempel pada bulu-bulu dekat mulutnya.
Aku merasa tidak punya arti apa-apa dihadapan seekor binatang. Harusnya aku yang peduli padanya, menjaganya mahluk ciptaan Tuhan tapi aku lalai dari tanggungjawab itu. Aku sangat terpukul dengan keadaan itu pada kesempatan kali ini. 


Cerpen : "Sang Kucing"

Jumat, 07 November 2014

Lewat Sebuah Mimpi



Ditinggal oleh orang yang sangat berarti dalam hidup ini memang sangat memilukan. Beliau adalah tante sekaligus ibu yang berpengaruh dalam hidupku. Kini, beliau sudah terbaring dalam tidur panjangnya menghadap panggilan Ilahi Rabbi. Tepatnya sembilan bulan yang lalu, disaat aku sibuk untuk mengurus kuliah beliau berpulang ke Rahmatullah tanpa kehadiranku disisinya. Aku sangat terpukul atas kejadian itu, dilema, disaat aku tidak bisa meninggalkan rutinitas yang begitu memaksaku untuk mendahulukan urusan kampus, beliau kembali ke alam yang dahulu beliau berasal tanpa aku hadir dalam acara pemakamannya. Aku adalah anak dari sekian banyak kemanakannya yang paling disayang tapi aku tidak bisa berdiri menghaturkan do’a dibibir liang lahat tempat peristirahatannya yang terakhir, sungguh sangat memilukan.
Kenangan bersama tentu akan sirna termakan waktu. Tapi ada satu hal yang akan kuingat sepanjang kehidupanku yaitu skripsiku. Dihari kepergian beliau untuk selamanya, aku menemukan judul skripsi. Kemudian judul tersebut aku konsultasikan dengan seorang dosen yang belum perna aku kenal sebelumnya dan alhamdulillah judul itu diterima dan mengantarkanku menggapai gelar sarjanaku. Pada hari ini (Kamis, 06 Nopember 2014) aku larut dalam kesedihan. Sudah beberapa hari dalam sujudku menghadap Allah, aku meminta sesuatu hal yaitu bertemu dengan beliau walaupun itu hanya dalam mimpi. Tapi, baru pada kesempatan ini aku diizinkan olehNYa.
Aku terjaga dari tidurku, aku masih ingin bercerita dengannya tapi waktu yang begitu terbatas membuatku harus mengakhiri semuanya. Aku melihat wajahnya cerah, berpakaian hijau tua seperti pakaian yang beliau jahit semasa hidupnya. Sepertinya kali ini adalah pertemuan yang tak disangka-sangka. Semasa hidupnya, beliau sangat cinta pada bunga, dan kali ini aku seperti berada disebuah taman yang indah dipenuhi bunga tapi bunga itu seperti butuh air. Aku berusaha menyiramnya dengan bersemangat, sewaktu aku menyiramnya aku mengingat wajah beliau dan ternyata beliau ada disekitaran taman itu. Taman itu sangat rapi, indah, dan memiliki lantai yang disemen sedemikian rupa hingga aku merasa betah menginjakkan kaki ditempat itu.